Sabtu, 12 Januari 2013

Cerpen Tanpa Judul


Oleh  : ANDI FEBRIANTY RAMADHANI

Suasana panggung terlihat suram dengan setting sebuah kamar tidur dan terdapat seorang gadis remaja sedang menangis sambil menutup kedua telinganya dengan bantal. Dia adalah Wati, gadis remaja berumur 17th. Di luar kamar terdengar suara pecahan piring dan makian dari Ayah dan Ibunya. Tidak lama kemudian Wati mengambil handphone-nya dan mencoba menghubungi Sita, sahabat karibnya sejak mereka duduk di Bangku SD. Setelah berbicara melalui handphone, Wati mengambil sebuah tas dan mengeyahi pakaian dan buku-buku sekolahnya. Dengan keluar melalui jendela kamar, Wati mencoba kabur dari rumahnya . Tetapi usaha Wati sia-sia, langkah kaki serta suara jendela ketika ia ingin membukanya mengalihkan perhatian ayah dan ibunya.
Ayah      : Wati ! buka pintunya. Apa yang sedang kamu lakukan ? (sambil mengedor-gedor pintu kamar Wati tetapi Wati tidak menjawab ayahnya pun mendobrak pintu kamar Wati sehingga terbuka)
Wati       : Ayah ?! (dengan ekspresi kaget)
Ibu         : Apa yang ingin kamu lakukan nak ? kamu ingin kabur dengan membawa pakaianmu ? (sambil menangis terisak)
Wati       : tiiiiddaaaaaaakkkk bu’ (menangis dengan nada gugup)
Ayah      : Sudah Wat ! tidak ada gunanya kamu berbohong kepada ayah ! tutup jendela itu lalu tidur, kalau besok ayah tahu kamu berbuat macam-macam lagi ayah tidak segan-segan memukulmu !
Wati       : Baik pak  :’(
Ayah      : Kamu juga bu’, kalau kamu masih sampai bersekongkol dengan anakmu itu ayah juga tidak akan segan-segan memukulmu . ( sambil menarik tangan istrinya keluar dari kamar Wati dengan kasar)
Ibu         : Maumu apa yah ? Kamu selalu menyalahkanku. Ada salah sedikit saja kamu langsung datang marah-marah kepadaku. Kamu kira aku tidak tahu kamu memiliki hubungan khusus dengan janda yang ada di kantormu itu sehingga kamu sering kali mencari kesalahanku (sambil menangis di depan suaminya)
Ayah      : Apa ?! dasar kau istri kurang ajar (lalu menampar pipi istrinya dengan keras dan spontan) aku sudah capek-capek cari nafkah untuk kalian, lalu kalian menuduh aku yang tidak-tidak.
Ibu         : Aku tidak menuduhmu yang tidak-tidak yah, aku hanya menebak dari tingkah lakumu yang kian berubah kepadaku, dan kamu memang terlihat dekat dengannya yah . (membalas dengan nada keras sambil menangis)
Ayah      : Sudahlah ! Daripada aku menamparmu lagi karan ketidaksopananmu lebih baik kamu yahuk di kamar sekarang juga ! (membentak sambil menyuruh dengan kasar istrinya)
                Wati yang mendengar pertengkaran itu lagi sudah tidak tahan, batinnya terguncang, di dalam selimut ia terus menangis dan menangis. Ia bahkan sudah tidak tahu ingin berbuat apa lagi. Semalaman ia terus menangis. Dan tepat pukul 02.00 ia sudah memikirkan hal ini matang-matang bahwa ia akan kabur dan meninggalkan rumahnya. Dan setelah ia tak mendengar lagi ada keributan di dalam rumahnya sejak 3 jam yang lalu. Wati lalu mengambil barang-barangnya dan bergegas meninggalkan rumahnya. Ia sudah tidak tahan lagi hamper tiap malam, tiap ada yahalah sepelepun ia sudah harus mendengar pertengkaran orang tuanya. Ia adalah anak tunggal di keluarganya, sehingga ia tidak memiliki teman curhat di rumahnya . Sahabat karibnya hanya Sita dan Recko. Dengan penuh hati-hati ia membuka jendelanya dan mecoba agar tidak ada sedikitpun suara yang terdengar sampai ke telinga kedua orang tuanya . Diapun berhasil kabur dan meninggalkan rumahnya, di perjalanan dia terus berusaha menelpon sahabatnya Sita, tetapi handphonennya di non-aktifkan. Hingga akhirnya dia meminta bantuan Recko sahabat laki-lakinya sejak ia berusia 4 tahun. Baru sekali ia menelponnya Recko langsng mengangkat telponnya.
Wati       : Recko ? (dengan nada menangis)
Recko    : Ia Wati, ini aku Recko (dengan nada baru bangun dari tidurnya) kamu kenapa menelpon selarut ini ?
Wati       : Re, kamu bisa gak bantu aku ?
Recko    : Emangnya ada apa Wati ? aku pasti bisa bantu kamu kok.
Wati       : Sekarang aku lagi di jalan, aku gak tau mau kemana, aku udah gak tahan tinggal di rumah yang orang tuanya berantem mulu (dengan nada menangis)
Belum selesai Wati menjawab Recko langsung memotong pembicaraan.
Recko    : Kamu dimana sekarang ? tunggu aku di situ, kamu jangan kemana-mana dulu.
Wati       : Jalan Merpati Re, iyah cepet yah (dengan nada terisak)
Tanpa pikir panjang Recko meninggalkan kamarnya sambil mengambil Jacketnya dan langsng mengeluarkan motornya menuju tempat Wati sekarang  berada.
Recko    : Wati, kamu gak papa ?
Wati       : aku gak papa Re, aku ganggu yah ?
Recko    : Gak kok, kamu gak ganggu aku sama sekali, kamukan sahabat aku. Jadi kita kemana ?
Wati       : Aku gak tau Re :’( aku gak tau mau ke rumahnya siapa lagi. Hape Sita gak aktif, untung ada kamu nemenin aku.
Recko    : Atau gini aja, kamu nginap di rumah aku dulu, ntar aku bilangin ke mama papa.
Wati       : Emang aku gak ngerepotin kamu yah Re ? aku gak enak.
Recko    : Wati kamu itu sahabat kecil aku, mama papa juga udah nganggep kamu kayak anak mereka sendiri kok, gak usah jadi orang lain deh.
Wati       : Iyah Re, makasih banyak yah Re. (sambil naik di motor Recko)
Recko sangat senang bisa membantu Wati, karena memang sudah sejak dulu Recko sangat menyayangi sahabatnya yang satu ini, ternyata sudah lama ia memiliki perasaan spesial dengan Wati. Setibanya di rumah, Recko langsng menyuruh Wati istirahat di kamar tamunya dan menenangkan perasaannya.
Recko    : Kamu udah baikan ?
Wati       : Iyah Re, ini udah agak baikan, makasih yah buat semua kebaikanmu, aku gak tau gimana mesti balas kebaikan kamu.
Recko    : Kamu over deh Wati, ini tuh wajar banget J kamu sahabat aku, udah deh, lebih baik kamu bobo’, kamu pasti capek bangetkan ?
Wati       : Iyah Re, selamat malam.
Recko    : Selamat malam J tidur yang lelap yah.
                Keesokan paginya Recko memberitahukan orang tuanya .
Recko    : Mamah udah liat Wati ?
Mamanya Recko : gak, emang Wati nginap di rumah yah ko ?
Recko    : Iyah mah, gak papakan ?
Mamanya Recko : Kamu ini, kayak Wati orang baru aja (sambil tersenyum menatap Recko)
Recko    : Makasih yah mah, aku kesekolah dulu J aku titip Wati yah mah. Iyah ko J

Di sekolah Recko bertemu Sita, iyah menceritakan peristiwa semalam dan mengizinkan Wati kepada pihak sekolah bahwa Wati saat Ini sedang tidak enak badan .
Recko    : Hai Sita.
Sita         : Re, kamu tau gak Sita dimana ?
Recko    : Tenang Sita aman kok J kamu gak usah khawatir, dia lagi istirahat di rumah aku. Aku udah nyuruh mamah jagain dia.
Sita         : Oh, yah ? makasih Recko, kamu memang sahabat cowo’ terbaik deh buat sahabatnya (sambil meluk Recko)
Bel berbunyi, anak-anakpun bergegas yahuk ke kelasnya yahing-yahing. Sita duduk berdua dengan Wati, tapi hari ini Wati sedang sakit, jadi Sita duduk sendiri di bangkunya.
Pak Guru : Coba tenang anak-anak.
Seluruh siswa : Iyah pak guru.
Pak Guru : Aan Achdiyat ?
Aan        : Haidr pak guru.
Dan ketika nama Wati di sebutkan Pak Guru.
Pak Guru : Zahrawati Syarafina ?
Recko dan Sita : Sakit pak (serentak menjawab)
Pak Guru : Wati sakit apa Sita ?
Sita         : Dia lagi gak enak badan pak.
Pak Guru : Iyah, selanjutnya Yuliani .
Ani         : Hadir pak .
                Di rumah Wati, ibunya berteriak ketika ia melihat anaknya tidak sedang berada di tempat tidurnya dan jendela di kamarnay tidak rapat.
Ibu         : Watiiii (sambil menangis)
Ayah      : Kemana lagi dia bu ? (sambil berlari kea rah ibu dimana ayah Wati yang tadinya masih tertidur di sofa ruang keluarga)
Ibu         : Sepertinya dia kaburrr, ini semua karena kesalahan kita, yang tidak pernah harmonis di depan anak tunggal kita (memalingkan wajahnya sambil bergegas pergi meninggalkan kamar Wati dengan air mata yang tak kunjung berhenti)
Ayah      : Kemana dia ? apa mungkin ini kesalahan kami ? kesalahan orang tua yang salah mendidik anaknya ? atau karena orang tuanya tidak pernah terlihat harmonis di depan putri tunggalnya ? (bertanya-tanya dalam hati)
                Ayah menelpon semua temannya, Sita dan Recko masih bungkam tentang keberadaan Wati saat ini, mereka hanya menjawab kami tidak tahu om. Ibu Wati juga terus dan terus menangis d dalam kamarnya sementara sang ayah sibuk menelpon sana sini. Tanpa piker panjang lagi setelah kurang lebih 4 jam menelpon sana sini akhirnya ayahpun meninggalkan rumahnya dan mencari Wati di semua tempat dimana biasanya ia berada. Tapi tak kunjung ia menemukan tanda-tanda dimana Wati berada saat ini. Iapun memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Setibanya di rumah ia masih mendengar istri masih terus dan terus menangis di dalam kamarnya. Ayah lalu bergegas untuk melaksanakan sholat Magrib dan mengajak istrinya agar melaksanakan sholat magrib bersama juga untuk berdo’a agar Wati segera di temukan dan tidak terjadi apa-apa terhadap anak semata wayangnya tersebut.
Ayah      : Yaa Allah lindungilah putri semata wayang hamba yaa Allah, kembalikan ia kepada kami, jagalah dia dari kejamnya dunia di luar sana dan berikanlah kami petunjuk jalan terbaikmu dimana kami adalah orang tua kandung Wati Yaa Rab, bukakanlah pintu hati kami (dengan nada menangis) amin yaa Rabbal alamin .
                Istrinya hanya terdiam dan menangis, kemudian bersalaman dengan suaminya. Ia barau merasakan keharmonisan yang mulai tercipta anatara keduanya tetapi setelah anak tunggalnya Wati kabur dari rumah karena sudah tidak tahan mendengarkan pertengkaran anatara kedua orang tuanya dimana alasan pertengkaran mereka juga sangat tidak jelas pemicunya.
                Keesokan harinya setelah suaminya pulang dari bekerja di kantornya ia tidak langsung pulang ke rumah melainkan langsng meneruskan perjalanannya menuju rumah seorang Ustad, Ustad ini teryahuk teman dekat Ayah Wati namanya Usman, setibanya di rumah Ustad, ayah lalu mengetuk pintu rumah yang terlihat sederhana itu.
Ayah      : Assalamualaikum (sambil mengetuk pintu rumah pak Ustad)
Ustad    : Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Eh kamu, ayo yahuk. Silahkan duduk.
Ayah      : Terima Kasih Man, kamu rupanya masih mengenaliku (sambil tersenyum)
Ustad    : Mana mungkin saya melupakan teman terbaikku ketika SMA dulu, kamu rupanya masih hafal tempat tinggal aku (sambil tertawa pelan)
Ayah      : ah, iya aku masih hafal alamatmu man.
Usatad  : Ada apa kamu datang kemari, tumben sekali.
Ayah      : Aku ganggu yah ?
Ustad    : Ganggu ? tidak kok, mumpung aku lagi gak ada kerjaan.
Ayah      : (dengan meyahang wajah sedih menceritakan apa yang terjadi di keluarganya saat ini) begini Man, sudah 3 bulan belakangan ini aku dan istriku sering sekali bertengkar, hanya hal sepele saja emosi aku langsung naik, kami tidak tahu apa penyebab utama ketidak harmonisan keluarga kami. Kami mempunyai anak perempuan semata wayang namanya Zahrawati Syarafina, di panggil Wati, dia sepertinya sudah tidak tahan mendengar pertengkaran kami sehingga 2 malam lalu ia kabur dari rumah, ntah kemana keberadaan dia sekarang, aku baru menyesal kesalahan kami telah mengganggu psikis Wati. Aku belum membicarakan hal ini kepada istriku. Aku sudah tidak tahu lagi ingin berbuat apa, istriku juga menuduhku memiliki hubungan khusus dengan tempan kerjaku. Aku harus bagaimana Man ?
Ustad    : Yahalah keluargamu memang sangat berat, tapi dari keharmonisan kalian yang sudah tidak nampak di depan anak kalian membuatnya depresi, kalau memang hubunganmu dengan istrimu masih bisa di perbaiki saranku bina lah kembali keharmonisan rumah tangga kalian demi anak kalian, Wati adalah titipan Allah yang harus kalian jaga, saya yakin kamu masih sangat menyayangi istri dan anakmu.
Ayah      : Iya Man, aku masih sangat menyayangi mereka, tapi aku gak tahu kenapa aku cepat emosi dengan anak dan istriku terutama istriku.
Ustad    : Kamu belum terlambat untuk bertaubat kepada Allah atas tindakan kasar yang mungkin sering kamu lakukan kepada anak dan istrimu, kembalilah, carilah anakmu dan cobalah untuk membina keharmonisan dengan istrimu lagi J
Ayah      : Makasih Man, aku akan nmencobanya, aku akan bertaubat kepada Allah, dan mencoba untuk lebih menyayangi anak dan istriku, saya sudah cukup lega sudah menceritakan yahalahku ini kepadamu.
                Dan akhirnya suara Adzan Azhar pun berkumandang mereka berdua bergegas sholat Adzhar berjama’ah di Yahjid dekat rumah Pak Ustad Usman.
Ustad    : Sudah yahuk waktu Adzar, mari kita sholat berjama’ah.
Ayah      : Mari J
                Setelah sholat Ayah berpamitan pulang kepada pak Ustad, kemudian melanjutkan mencari Wati di sekita jalan dan singgah dari rumah ke rumah. Tapi masih tak ada tanda-tanda keberadaan Wati putrinya. Sesampainya di rumah di ruang tamu sudah ada istrinya dan mama Recko yang sedang berbincang-bincang.
Ayah      : Assalamualaikum.
Ibu dan Mama Recko     : Waalaikumussalam Wr. Wb (serentak menjawab sambil menoleh kea rah ayah Wati)
Ibu         : Ayah, mama Recko baru saja datang ke rumah.
Ayah      : Oh yah (Sambil duduk di samping istrinya) ada yahalah dengan Recko ?
Mama Recko : Oh bukan, aku kesini ingin membicarakan Wati.
Ibu dan Ayah  : hah Wati ?! (kaget dan serentak menjawab)
Mama Recko : Iya Wati putri kalian, sebenarnya dia ada di rumah saya bu’, katanya dia kabur kurang lebih pukul 02.00 pagi, dia minta di jemput Recko dan tidak tahu harus pergi kemana, Recko akhirnya membawanya pulang dan memintaku untuk menjaganya. Setelah Wati terbangun ia menceritakan peristiwa yang menimpa keluarga kalian, terlebih dulu aku meminta maaf tidak langsung menghubungi kalian karena Wati yang melarangku keras untuk menghubungi orang tuanya tentang keberadaannya sekarang.
Ibu         : Jadi keadaannya sekarang bagaimana bu’, dia baik-baik sajakan ? (dengan nada sedih)
Mama Recko : Keadaannya memang belum pulih betul, dia kecapean dan terlihat sangat leyah. Itu sangat wajar jika terjadi kepada Wati bu’.
Ayah      : Dia tahu kalau ibu datang ke rumah kami ?
Mama Recko : Tidak, dia tidak tahu, tapi saya pikir dia tidak akan mungkin mengizinkan saya pergi bertemu kalian, sampai kapan keluarga kalian seperti ini, makanya saya datang kesini dan memberitahu kalian, Recko juga menyuruh saya katanya dia tidak tega melihat Wati terus-terus tidak ingin masuk sekolah.
Ibu         : Jadi kami mesti bagaimana bu’ ?
Mama Recko : Saya belum yakin dia secepat itu mau kembali kalau kalian masih bertingkah seperti ini di depan putri kalian, pertengkaran di dalam rumah tangga sangat tidak baik terhadap perkembangan kepribadian Wati, saya takut dia depresi dan melampiaskannya ke hal-hal negative lainnya, dia sudah berani kabur dari rumahnya untungnya dia cepat menghubungi Recko, saya takut terjadi apa-apa dengannya jika Recko tidak menemukannya.
Ayah      : Saya akui kesalahan kami bu’, kami kurang memberikan perhatian terhadap putri semata wayang kami, biasanya pemicu pertengkaran kami hanya hal sepele, dan sekrang saya sudah ingin berubah dan mengontrol emosi. Saya masih sangat menyayangi istri dan anak saya bu’. Saya akan berubah untuk Wati bu’ . (sambil memeluk istrinya erat-erat)
Ibu         : Ayaahhh (sambil meneteskan air mata di pelukan suaminya) :’(
Mama Recko : Inilah tujuan saya kesini bu’, saya ingin melihat hubungan kalian kembali harmonis saya khawatir dengan kondisi Wati apabila ia terus mendengar kalian bertengkar setiap hari.
Ayah      : Iya bu’, saya akan datang besok pagi ke rumah Recko dengan istri saya, saya akan mencoba membujuk Wati pulang ke rumah. Terima kasih atas kebaikan ibu yang sudah ingin meluangkan waktunya datang ke rumah kami dan telah menjaga Wati putri semata wayang kami dengan baik.
Ibu         : Saya juga sangat berterima kasih kepada ibu, sama seperti suamiku, besok saya akan datang ke rumah ibu untuk menjemput putri saya bu’  (menangis sambil memeluk mama Recko)
Mama Recko : Sudah bu’, jangan terlalu berlebihan seperti ini, ini memang sudah tanggung jawab saya bu’, Wati sudah saya anggap seperti anak saya sendiri sejak ia kecil. Recko juga anak tunggal dan mereka berteman sudah sejak lama, jadi wajar jika dia tertimpa masalah saya ikut membantu dan menjaganya bu’. Saya rasa sudah mau malam bu’ (sambil melihat ke luar jendela) saya sudah harus pulang ke rumah, nanti Wati curiga (sambil berjalan ke depan pintu luar)
Ayah      : Iyah bu’, sekali lagi terima kasih bu’, tolong jagakan Wati sampai kami datang menjemputnya bu’, salam sama Recko (mengantar mama Recko sampai ke depan pintu pagar bersama istrinya)
Mama Recko : Iya, saya pulang dulu yah.
Ibu         : Makasih yah bu’ J (tersenyum di rangkulan suaminya)
                Akhirnya kedua orang tua Wati rujuk kembali dan mencoba untuk mebina kembali keharmonisan keluarga mereka yang dulu hilang, mereka harus mencobanya untuk putrid semata wayangnya Wati. Keesokan paginya sekita pukul 06.30 ibu dan ayah bergegas untuk pergi ke rumah orang tua Recko untuk menjemput Wati, mereka merasa bahagia bercampur deg-degan dengan memikirkan berbagai macam tanggapan yang akan di berikan Wati kepada mereka ketika Wati telah bangun dan melihat kedua orang tuanya berada di sampingnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar