Sabtu, 12 Januari 2013

Do'a yang terkabulkan


Dentingan kata demi kata terasa berat dalam jiwaku yang lara. Senyapnya malam membuat pilu tulang-tulang ragaku. Dadaku sesak dengan sejuta kekesalan, kekecewaan karna malasah yang tak kunjung henti dikeluargaku. Malam itu hatiku sedang kalut dengan masalah orang tuaku yang terus menerus bertengkar. Aku melarikan diri dari rumah. Kutelusuri jalan-jalan yang dihiasi gemerlapnya lampu malam. Kuikuti kata hatiku yang melangkah perlahan.
Aku arahkan kakiku ke rumah Taufan. Taufan adalah sahabatku, dia adalah sahabat kecilku yang sangat mengerti aku. Kuketuk pintu rumahnya, sepi. Pintu itu tetap tertutup. Kurebahkan tubuhku dikursi yang terletak di terasnya. Untungnya tak berapa lama dia datang.
 “Masuk” katanya dengan mata yang masih berat untuk dibuka.
 Di kamar, Taufan langsung tidur. Kurebahkan tubuhku di sampingnya. Kulihat langit-langit kamar dengan pikiran yang kosong sampai aku terlelap tidur.
***
Keesokan harinya kulihat ayah dan ibuku di televisi rumah Taufan, kira-kira tepat pukul 1 siang aku terbangun, itu adalah berita tivi yang menayangkan bahwa ibuku menggugat cerai ayahku. Wajar berita ini sampai di publikasikan melalui media, ayahku adalah seorang pejabat tinggi negeri dan ibuku adalah seorang pelukis terkenal di ibukota. Hatiku remuk tak berdaya mendengar berita itu, dan spontan air mataku jatuh begitu saja membasahi pipiku. Tiba-tiba langkah kaki mendekatiku,
“Rio yang sabar yah, aku juga merasa sedih melihat berita orang tuamu, meskipun orangtuamu berpisah, kamu masih punya aku sahabat yang juga sayang padamu” sahut Taufan sambil perlahan memelukku.
“ Iya, makasih yah Fan, kau memang sahabat terbaikku” sahutku dengan nada tersedu-sedu.
***
Itu adalah kejadian 2 tahun silam, tepat di hari ulang tahunku pengadilan resmi menyatakan perceraian kedua orang tuaku, 27 September 2009 aku tak kuasa mengingat hal itu. Kini aku dan mereka hidup terpisah, aku memiliki apartement mewah di daerah cibubur hadiah dari ayahku ketika aku berusia 17 tahun, ayah sendiri tinggal di rumah lama kami di Jakarta Pusat, sedangkan ibuku tinggal di Malang berkarya sambil merawat nenekku yang sudah lanjut usia.
Aku memandang malam di luar jendela apartemenku, di lantai tiga belas. Senja baru saja berwujud menjadi malam. Namun di ketinggian, aku dapat melihat sisa-sisa siang di balik gedung-gedung. Samar-samar klakson kendaraan terjebak macet terdengar dari pintu balkon yang terbuka. Tak lama terdengar lengkingan sirine yang begitu keras di telingaku. Iring-iringan pejabat kota bersedan hitam lewat. Sejenak yang terdengar sirine saja. Sekejap sudah menjauh. Rupanya mereka sudah terburu-buru.
                Kemudian, kembali terdengar hiruk pikuk di jalan raya. Aku selalu menikmati pemandangan senja dari apartemenku serta di temani segelas besar coklat panas. Rambutku yang gondrong dan menutupi telinga, bergerak-gerak di tiup angin. Terkadang aku ingin menikmati suasana seperti ini lebih lama. Lebih lama dan lebih lama . . .
                Dan lengkingan Michael Jackson, di handphone menggagalkan keinginanku, handphoneku berdering menandakan sebuah pesan singkat dari ibu, megingatkanku agar  tidak absen sholat tarwih pertama pada malam itu, dimana besok jatuh pada tanggal 1 Agustus 2011 bertepatan dengan 1 Ramadhani 1432 Hijriah. Aku tersenyum mebaca pesan singkat itu. Dan akhirnya pesan singkat itu aku balas dengan mengingatkan ibu agar dia dapat menjalani aktivitasnya di bulan Ramadhan dengan baik dan terus mengingat Allah.
                Suara adzan magrib dari tivi terdengar jelas di telingaku akhirnya aku segera mengambil air wudhu lalu melaksanakan sholat magrib. Waktu menunjukkan pukul 18.36 WIB, Aku menuggu ayahku yang tak kunjung terlihat batang hidungnya, aku ingin sekali mengajak ayah melaksanakan sholat tarwih bersama tapi sayang, ayahku adalah seorang pejabat tinggi negeri dengan seribu macam kesibukannya.
                “Bi, meja makannya jangan lupa di bereskan yah, saya mau ke Mesjid dulu” teriakku kepada pembantuku Bi’ Imah.
                “ Iyah, tuan.”
                “Aku berangkat yah bi’, bibi jangan kemana-mana, jaga rumah aja sambil istirahat”.
                Bi’ Imah hanya tersenyum menatapku, dia memang pembantuku tetapi dia sangat menyayangiku seperti anaknya sendiri, dia telah merawatku sejak aku dilahirkan, sehingga dia aku anggap seperti ibuku sendiri. Akupun bergegas megambil alat sholatku dan berangkat ke Mesjid Al-Madinah di sekitar apartemenku. Di sepanjang perjalanan aku kecewa karena ayah tidak dapat menemaniku, tapi apalah daya aku harus mengerti kesibukan ayahku, pastilah dia tidak sempat mampir di apartementku hanya untuk menjalankan sholat tarwih pertama sedangkan dia begitu sibuk mengurus urusan kantornya.
                Setibaku di Mesjid Al-Madinah, hatiku begitu tenang dan tentram, aku begitu nyaman ketika pertama kalinya aku melangkahkan kakiku ke Mesjid itu di malam pertama tarwih.
 “Hai bro, kamu sendirian” sapa temanku Dodi.
“Iya, aku sendirian, biasa si big boss lagi sibuk dengan urusan kantornya, dia mana punya waktu untukku” sahutku mengeluh.
“Sabar, aku mengerti keadaanmu, kamukan cowo’, masa ngeluh hanya karna ayahmu tidak menemanimu sholat tarwih” sahut Dodi sambil menepuk pundakku.
“Iya, makasih yah Dod, ayo sholat dulu, nanti kita lanjut lagi” ujaru tersenyum.
Sebelum sholat tarwih, terlebih dahulu jamaah Masjid Al-Madinah melaksanakan sholat Isya’, dalam sholat Isya’ku, aku berdoa dalam hati kecilku.
“Yaa Allah, usiaku saat ini sudah menginjak 21 tahun, aku sudah semakin dewasa, berikanlah aku petunjuk jalan kebenaranmu, tunjukkanlah aku jalan yang benar, jika itu salah jauhkanlah aku, dan jika perbuatan itu benar perlihatkanlah aku kebenarn dari setiap langkahku begitupula dengan keluargaku, ayah dan ibuku, amin Ya Allah” sambil menyapu mukaku berharap do’aku di kabulkan Sang Pencipta.
Di perjalanan pulang ke apartementku, aku bertemu dengan Dodi kembali.
“Rio”, teriak Dodi.
“Iya, ada apa Dod.”
“Nggak, aku hanya ingin menyapamu, ngomong-ngomong bagaimana hubunganmu dengan Sekar?”
“Baik-baik aja, kenapa ? balasku tersenyum.
“Kalian masih pacarankan?”
“Iya, kami berdua masih pacaran kok, kenapa? kamu belum jawab pertanyaanku” ujarku dengan nada penasaran.
“Nggak, aku cuman mau tau, soalnya di kampus udah jarang aku liat kalian jalan berdua.”
“Oh iya, aku sibuk ngurus skripsi aku, jadinya kami jarang ketemuan, paling pacaran lewat sms atau telphonan doang, dia juga sibuk sama temen-temennya.”
“Oh gitu, yaudah deh, aku kiraan kalian udah putus lagi, Sekar sekarang udah punya temen baru yah ?”
“Temen baru, kok aku gak tau yah?” sahutku.
“Yahkan kamu sibuk”, sahut Dodi ngeledek.
“hehehehe, iyah, yaudah kalau dia punya temen baru aku percaya dia kok, eh, udah nyampe nih, aku masuk dulu yah”.
“Monggo, sampai jumpa besok yah Rio”
“Iya, Dod, ujarku sambil tersenyum.
Akupun masuk kedalam apartementku, terlebih dahulu aku mengecek keaadaan Bi’ Imah, ia telah tertidur dengan lelapnya, mungkin ia sangat kecapean setelah bekerja seharian penuh untukku. Setelah itu barulah aku ke kamar tidurku, aku langsung menuju ke tempat tidur, sebelum memejamkan mata aku berdo’a dan berharap semoga esok hari sesuai dengan keinginanku dan dapat berjalan lancar, amin J
***
                Esok harinya tepat pukul 04.30 WIB, Bi’ Imah membangunkanku, ternyata itu adalah sahur pertama, lalu aku bergegas membasuh muka dan menuju meja makan, Bi’ Imah telah menyiapkan makanan kesukaanku, kangkung tumis dan ikan bakar serta coklat panas kesukaanku. Setelah santap sahur, ku nyalakan handphoneku yang semalam ternyata lowbat total, 5 panggilan tak terjawab dari ‘My Lovely Sekar’ dan 2 pesan baru, pesan dari Sekar kekasihku yang isinya sama dimana sebuah pesan singkat yang menyuruhku agar dapat melaksanakan sahur pertama ini dengan makan yang banyak supaya besok aku dapat kuat puasa pertama katanya, aku tersenyum membacanya, dan aku balas, ‘Iya sayang, kamu juga yah, makannya yang banyak yah J’.
                Siang harinya aku berkunjung ke rumah Sekar, ku ketuk pintu rumahnya sesekali ku tekan bel yang ada di teras rumahnya, terdengar kedua orang tuanya sedang bertengkar hebat, entah apa yang mereka pertengkarkan, suara dari dalam rumah Sekar begitu gaduh, tak lama kemudian, pembantu Sekar membuka pintu rumah Sekar.
                “Eh, mas Rio, cari neng Sekar yah?” tanya pembantu Sekar.
                “Iya bi’, Sekarnya ada ?”
                “Neng Sekar lagi keluar mas, sejak tadi pagi ia keluar rumah, ntah pergi kemana, mungkin dia jenuh kali mas tinggal di rumah yang orang tuanya ribut mulu.” Balas pembantunya Sekar dengan nada mengeluh sambil melirik ke dalam rumah.
                “Emang Sekar sering keluar gitu bi’?”
                “Aduh mass, nggak usah di tanyain dah, neng Sekar udah sering gitu, sejak tuan sama nyonya bertengkar mulu, mungkin udah pengen sebulan kali yah mas.”
                “Masa sih bi’? kasihan banget Sekar, kalau Sekar udah balik ke rumah, sampein salam aku aja deh bi’, hhmmm, kalau gitu aku pulang dulu deh bi’” sahutku pamit sama pembantunya.
                “Iyah deh mas, ntar aku sampein ke neng Sekar.” Balasnya.
Akupun pulang dengan rasa khawatir mendalam terhadap kekasihku, aku selalu mencoba menghubungi handphonenya, tapi sudah tidak aktif lagi. Sekar adalah pacar pertamaku, dan aku berharap dia juga akan menjadi pacar terkhirku, dia teman SMAku dulu dan masih satu kampus denganku, kami sudah 5 tahun merajut cinta bersama, aku sangat mencintai dan menyayanginya, akupun tau kalau dia begitu menyayangi dan mencintaiku, dia gadis yang selalu ada untukku, apalagi ketika aku ditimpa masalah keluarga, dia tak henti-hentinya memberikan aku semangat kehidupan. Tapi kini dia begitu berbeda, aku sudah mencoba mencarinya, tapi aku tak dapat menemukannya. Setiap aku ke rumahnya dia selalu tidak ada di rumah, kata pembantunya teman-teman Sekar yang datang berkunjung ke rumahnya juga tidak tau siapa teman Sekar saat ini.
***
                Aku menjalani hari-hariku di bulan Suci Ramadhan ini dengan penuh kegelisahan hati, aku tak henti-hentinya terus berdo’a kepada Allah agar aku dipertemukan dengan kekasihku kembali, kini sholat fardhuku sudah tidak pernah aku tinggalkan, begitu juga dengan sholat tarwihku, aku rajin melaksanakan ibadah sejak orang tuaku bercerai, Allah swt. begitu sangat menyayangiku, meskipun aku mengalami kenyataan pahit perceraian orang tuaku tetapi Alla swt. memberikan jalan ke taqwaan untukku.
                Setelah seminggu akul ibur, hari Senin ini tepat mahasiswa (i) Universitas Indonesia tempat aku ingin mnyelesaikan Pendidikan jenjang Strata 1 jurusan Hukum kembali menghanyutkanku dengan dunia perkuliahan, aku cukup sibuk, mengingat skripsiku secepatnya mesti aku selesaikan, di satu sisi aku sangat khawatir dan gelisah memikirkan kekasihku Sekar, rindu mendalampun juga telah merasuki nadiku, aku sungguh kangen dia Yaa Allah. Beberapa jam aku di kampus, ketika jam mata kuliahku hari itu habis, aku segera menghampiri ruangannya Sekar, dia ternyata sudah tidak berada di dalam. Dan di perjalanan menuju parkiran aku melihat Sekar,
                “Sayang, Sekarr . . . Sekar . . .” teriakku.
                Sekar tidak membalas teriakan ku, dia memang terlihat terburu-buru, dan langkahnya begitu cepat sehingga aku tak dapat memburunya lagi, dia pergi meninggalkan ku, di jemput oleh seorang perempuan dengan dandanan gaul serta pakaian hitam-hitam ala anak punk, aku khawatir kekasihku sudah salah brgaul.
***
                Hari ke-17 Ramadhan ayahku terlibat kasus Korupsi, beritanya sudah tersebar ke seluruh pelosok negeri, setiap hari berita tivi hanya menayangkan kasus ayahku, ia telah mengambil hak orang lain yang diperkirakan mencapai 5 Triliun rupiah.  Aku begitu terpukul mendengar berita itu, aku tak tau mengapa Tuhan memberikanku cobaan sperti ini, belum lagi aku melupakan kasus perceraian ibuku, ramadhan tahun ini ayahku terlibat Korupsi, dan selama ini aku memakan uang haram dari ayahku. Aku terus berdo’a agar tetap dalam lindungan Allah, padahal semenjak perceraian orang tuaku, aku merasa semakin dekat dengan Allah swt. tetapi kenapa ayahku berbuat dosa sebesar itu Tuhan ?
Aku tak dapat menahan air mataku. Rumah, apartement, mobil serta harta bendaku ayahku di sita semua, termasuk barang milikku. Aku diminta ibu untuk tinggal bersamanya di Malang, tapi tanggung, kuliahku sudah hampir selesai, aku terpaksa menyewa kost sederhana dekat kampusku, hidupku kini berubah 270°, aku memang hidup pas-pasan tapi hidupku jauh lebih tentram, karna di bulan Ramadhan ini keimanan dan ketaqwaanku semaki meningkat. Tiga hari setelah ayahku resmi menjadi tersangka tepatnya pada tanggal 19 Ramadhan aku datag berkunjung ke rumah tahan tempat ayahku di penjara, setiba disana aku langsang memeluknya. Air matanya jatuh dan spontan air matakupun terjatuh melihat ayahku.
“Nak, maafkan kesalahan ayah selama ini, ayah adalah manusia yang sudah berlumuran dosa, ayah harap kau tetap menyayangi ayahmu yang sudah sangat berdosa ini nak”, sahut ayahku dengan suara tersedu-sedu dan begitu memohon padaku.
“Apapun yang terjadi pada ayah, ayah tetap ayahku, tidak ada yag dapat menggantikan posisi ayah, sekalipun ayah memiliki dosa yang begitu besar, sampai akhir hayatpun aku akan tetap menyayangimu ayah”.
“Terima kasih nak, ayah sangat bangga padamu, kau begitu kuat dalam menghadapi masalah-masalah keluarga kita, ayah harap kau tidak akan sperti ayah yag berdosa ini”.
                “Itu adalah kewajibanku sebagai anak yang menyayangi kedua orang tuanya, ini adalah cobaan dari Allah untuk kita, keimanan dan ketqawaan kita sedang di uji ayah, disinilah saatnya kita bertobat atas kesalah kita selama ini, Tuhan akan memaafkan segala kesalahan hambanya jika ia bertobat ayah, ayah harus kuat”.
                “Maaf, 5 menit lagi waktunya kunjugan anda habis”. Potong pak polisi yang sedang menjagaku dan ayah.
                “Ayah harus tetap berada di jalan Allah, dan jangan sekali-kali melupakan-Ny ayah, semua akan ada hikmahnya, ini membuat ayah akan lebih sabar dan tabah dalam menghadapi masalah”.
                “Iya nak, ayah begitu sayang padamu”, kata ayahnya yang kemudian di bawa ke balik jeruji besi kembali.
                “Iya ayah, aku juga sangat sayang padamu”, terikku .
                Akupun keluar dari rumah tahanan itu, walaupun aktunya begitu singkat, itu sudah membuatku lega telah bertemu dengan ayahku kembali, aku juga sudah begitu bersyukur memiliki ayah yang telah di berikan hidayah dari masalah yang telah di titipkan Allah untuknya, agar ayah dapat lebih beriman kepada Sang Pencipta J
***
                Keesokan harinya, tepatnya pada suasana sore di ibukota aku melihat Sekar di parkiran kampus, aku mengikuti dia sampai ke stasiun. Aku melihat dia masuk gerbong kereta yang sudah banyak coretan. Aku mengintip dari lbang kecil. Aku melihat Sekar bersama gerombolan anak-anak jalanan seperti sedang berpesta. Betapa kagetnya aku ketika aku melihat kekasihku menghisap ganja dengan santai. Tubuhku benar-benar menggigil ingin rasanya masuk dan menghancurkan semuanya. Dengan kesabaran yang masih tersisa aku menunggu kekasihku keluar dari gerbong laknat tersebut. Dengan tubuh sempoyongan Sekar keluar dari gerbong, ketika melihatku ia langsung menggandeng tanganku dan dibawanya lari. Kami berhenti di bawah jembatan rel kereta api, kami saling membisu. Tiba-tiba Sekar menangis sambil memukuli kepalanya. Mataku tak bisa melihat kekasihku seperti itu, aku dekap erat tubuhnya dan akupun tak kuasa menahan air mataku.
                Aku lalu mengantar Sekar pulang ke rumahnya, meski lesu dia terus berjalan. Kulihat wajahnya semakin semakin pucat dan langkahnya sudah tak teratur. Aku gendong tapi dia tidak mau. Dia ingin menemaniku jalan sampai rumah. Jam sembilan malam dia mulai sakau, tubuhnya menggigil sangat hebat, rintihan kesakitan keluar dari mulutnya yang kering. Sambil memukuli kepalanya, dia juga menggigit tangannya. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku bawa dia ke kamar mandi aku siram tubuhnya dengan air. Namun semua itu tidak membuatnya tenang, hatiku semakin gelisah. Aku lari keluar rumahnya menuju stasiun, aku beli sabu-sabu dari gerbong busuk itu. Aku berikan kepada Sekar dan dihirupnya beberapa saat kemudian dia tenang, aku peluk dia dengan cucuran air mata.
                Pembantu Sekar juga ikut khawatir melihat majikannya, ia menemaniku menjaga Sekar, hingga keesokan paginya, aku terbangun ketika ibu Sekar telah berada di rumah, ia heran melihat kami, tak lama kemudian ayah Sekar datang, dan akhirnya aku menceritakan semua kejadian yang telah menimpa Sekar, kedua orang tuanya menangis, dan terus menangis melihat keaadan anaknya, akupun tak kuasa melihat suasan di dalam rumah itu.
                Setelah ia terbangun ia melihat aku, kedua orang tua dan pembantunya berada di sekelilingnya, iapun menangis, setelah itu, ibu Sekar menyuruhnya agar istirahat, Sekar kemudian tertidur setelah ia makan siang. Aku cium keningnya, lalu aku tinggalkan pergi menuju kostku. Aku melihat handphoneku yang ketinggalan di meja makan, ibu mengirimkanku sebuah pesan singkat melalui sms : Ibu sayang kamu dan bawalah Sekar kerumah ibu setelah ia sembuh nanti. Setelah mandi sore aku kembali kerumah Sekar, ternyata kekasihku masih tertidur, aku cium keningnya. Ya Allah betapa dinginnya tubuh kekasihku. Kugengggam tangannya sedingin es. Aku menjerit meangis ketika kusadari kekasihku telah pergi jauh meninggalkanku.
                Kupeluk dia erat-erat. Wajahnya yang seakan tersenyum padaku. Aku sungguh tak menyangka semua akan menjadi seperti ini. Ya Allah mengapa orang yang aku cintai Engkau ambil secepat itu, aku masih belum sanggup kehilanga kekasihku Tuhan. Tapi jika itu adalah takdir-Mu dan itu yang terbaik untukku, akhu rela dan ridho Ya Allah, asalkan engkau tetap bersamaku Ya Allah.
***
                Hari Lebaran yakni 1 Syawal 1432 Hijriahpun di peringati oleh seluruh umat muslim sedunia, aku harus belajar ikhlas dari semua masalah yang Allah berikan kepadaku di Bulan Ramadhan lalu. Aku yakin itu adalah takdirku dan itulah yang terbaik untukku agar lebih dekat kepada-Nya. Aku mulai merangkai kehidupanku yang baru J karna ayah masih termasuk orang baru di rumah tahanan itu, aku dan ibuku melaksanakan sholad ied di Rutan tempat ayah, agar ia tidak kesepian, mantan istri sekaligus ibuku juga turut menemaniku. Suasana lebran begitu indah, dan memersatukan seluruh hati yang dhulunya ersiteru dan panas membara membakar semua kebaikan. Terima kasih atas cobaa-cobaan yang Engkau erikan kepadaku Ya Allah J itu membuatku lebih kuat menjalani kehidupan ini, dan inilah jawaban atas do’aku selama ini J

ANDI FEBRIANTY RAMADHANI
XI IPA 1
10013
SMA NEGERI 2 BARRU


Tidak ada komentar:

Posting Komentar